Mengais Rezeki di Alun-alun Kapuas
Pontianak
– Mastiah, nenek paruh baya itu (60) tetap menjalakan rutinitasnya sebagai
penjual sate. Minggu sore (9/4/2012) di Taman Alun-alun Kapuas itulah tempat ia mengais rezeki. Nenek itu
tetap semangat mencari rezeki untuk menyambung hidup. Suami tercinta sudah lima
tahun meninggal dunia. Ia sudah dua tahun berjualan sate bersama anak
lelakinya.
Sore
itu terlihat mendung. Awan hitam menggumpal menutupi langit biru. Saya yang
baru saja sampai di Alun-alun, berjalan santai mengelilingi taman yang berada
di tepian Sungai Kapuas. Taman ini
terletak di Jalan Rahadi Usman atau di depan kantor Walikota Pontianak. Taman Alun-alun
Kapuas sering disebut Korem. Taman
Alun-alun Kapuas sudah didirikan dari dahulu, tahun 1999 taman tersebut
direnovasi hingga sekarang. Pemerintah tetap mengadakan pembenahan agar
pengunjung merasa nyaman. Taman Alun-alun Kapuas merupakan tempat wisata
masyarakat.
Ketika
saya berjalan, sesekali tercium aroma sate, jagung bakar, jagung rebus, kacang
rebus, dan sosis yang digoreng di sepanjang jalan itu. Suasana begitu ramai,
semakin senja, semakin ramai pula pengunjung yang datang. Ada yang datang
bersama keluarga, ada yang berpasang-pasangan, dan ada juga yang datang
teman-teman mereka.
Angin
yang bertiup sepoi-sepoi, terasa dingin menyapa kulit. Menambah sejuknya
suasana di taman itu. Ditambah lagi, terdapat Sungai Kapuas dengan arus yang
tenang memanjakan kesejukan mata yang memandang. Di taman itu juga terdapat replika
Tugu Khatulistiwa yang dikelilingi air mancur. Ia akan terlihat lebih indah
ketika dilihat pada malam hari. Hal itulah yang membuat orang senang dan betah duduk
dan bersantai di sana.
Taman
Alun-alun Kapuas itu semakin bertambah indahnya dengan penataan taman-taman
kecil yang dikelilingi tempat duduk. Hal yang tidak kalah penting adalah
kebersihan taman itu sendiri. Apalagi tempat tersebut ramai penjual dan pengunjung.
Akan tetapi, Taman tersebut sudah disediakan tempat sampah agar pengunjung
dapat membuang sampah pada tempatnya. Sepanjang perjalanan, saya tidak
menemukan sampah. Dengan demikian, pengunjung dan penjual sudah memiliki kesadaran
akan kebersihan lingkungan.
Tempat
yang sangat ramai dikunjungi orang seperti itu tidak akan pernah sepi oleh
penjual. Baik penjual makanan, minuman, pakaian, dompet, jam tangan, bahkan VCD.
Kesempatan seperti ini tidak akan dilepaskan oleh penjual begitu saja. Hal
itulah yang akan mereka manfaatkan untuk berjualan untuk mengais rezeki. Hampir
semuanya ada di jual di tempat itu, bahkan tempat membuat tato. Akan tetapi,
itu merupakan usaha dan kerja keras mereka untuk mengais dan menambah
pendapatan untuk menghidupi keluarga mereka.
Sambil
duduk-duduk di taman yang menghadap ke sungai. Terlihat remaja-remaja yang
asyik berfoto-foto. Ada juga keluarga yang sedang bersenda gurau, dan pasangan
yang asyik memadu kasih. Ada juga yang menjadikan taman itu sebagai lokasi foto
pra wedding. Sejenak perhatianku langsung terpaku pada seorang nenek yang
sedang sibuk mengipas-ngipaskan kipas yang terbuat dari bambu. Nenek yang
menggunakan baju hijau itu tanpa lelah mengipas sate agar tidak gosong. Nenek
itu bernama Mastiah.
Mastiah
tinggal di Jalan Pak Kasih bersama anak lelakinya yang bernama Bambang. Bambang
sudah mempunyai istri dan tiga orang anak. Suami Mastiah sudah lima tahun
meninggal dunia. Mereka hidup dengan sangat sederhana. Mastiah merasa tidak
enak hati dengan menantunya tersebut jika hanya berdiam diri di rumah. “die kan udah punye anak tige, bessak dah
tanggung jawab tu. Saye pon tag enak hati gag mao’ bediam diri di rumah.
Daripade tag ade buat di rumah, bagos jual sate di sini. Hitong-hitong bantu
anak la, si Bambang tu”, ujar nenek yang menggunakan jilbab biru itu.
Dalam
hati saya berkata, nenek ini sudah cukup tua tetapi ia masih saja memikirkan
orang lain dan tetap semangat menjalani hidupnya. Saya salut dan merasa sangat
kagum dengan sosok nenek yang berada tepat di depan saya. Pembeli semakin ramai
yang datang dan memesan sate. Mastiah dan anaknya terlihat begitu sibuk. Mereka
tidak hanya menjual sate tetapi ada es teh, es campur, dan es kelapa muda.
Pembeli yang datang dengan berbagai pesanan. Nenek terlihat lelah, tetapi itu
semua tidak ia hiraukan. Yang ada dipikirannya, bagaimana cara mendapatkan
pembeli yang banyak dan dagangannya habis terjual. Sesekali ia duduk sejenak
untuk melepas lelahnya setelah itu langsung melanjutkan kerjanya lagi.
Banyaknya
penghasilan yang mereka dapatkan bervariasi. Jika pada hari-hari biasa,
penghasilan yang didapat sekitar Rp100.000,00 – Rp150.000,00 akan tetapi, jika
pada hari libur, penghasilan lebih banyak sekitar Rp 300.000, 00 – Rp
400.000,00. Hal tersebut dipertegas oleh
Bambang, “kalau hari-hari biase, cume
dapat seratos sampai seratos lima puluh. Kalau hari libor, agak banyak siket
la, sekitar tige ratos sampai empat ratosan gitu la”, tegasnya.
Batas
waktu berjualan mulai pukul 17.00 -24.00 WIB. “ pukul setengah empat udah mulai ngemas-ngemaskan barang-barang dan
tenda, jam lima udah siap semue. Lagi pon, jam segitu, udah ramai dah yang
datang”, tutur Mastiah. “tapi kalau
harinye agy tag bagos, misalnye ujan, baleknye agak awal”, tambah Bambang.
Sedikit atau banyaknya pembeli bukanlah masalah besar bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar