Halaman

Daftar Blog Saya

  • semangatku - ada setitik harapan yang ingin ku ubah jadi sehamparan lautan ada secuil semangat yang ingin ku ubah menjadi segunung impian hmmm, semua inginku hanya mimpik...
    12 tahun yang lalu
  • - Cinta adalah misteri dalam hidupku... yaNg Tak PeRnaH ku Tau akiRnya.. NamUn Tag SePertI cInta Ku Pada DiRimu.. yaNg Harus TergenaPi Dalam kiSah Hidup kU......
    14 tahun yang lalu
  • LUPH - I LOVE FAMILY
    14 tahun yang lalu

Rabu, 09 Mei 2012

My Feature News 1


Mengais Rezeki di Alun-alun Kapuas

Pontianak – Mastiah, nenek paruh baya itu (60) tetap menjalakan rutinitasnya sebagai penjual sate. Minggu sore (9/4/2012) di  Taman Alun-alun Kapuas  itulah tempat ia mengais rezeki. Nenek itu tetap semangat mencari rezeki untuk menyambung hidup. Suami tercinta sudah lima tahun meninggal dunia. Ia sudah dua tahun berjualan sate bersama anak lelakinya.
Sore itu terlihat mendung. Awan hitam menggumpal menutupi langit biru. Saya yang baru saja sampai di Alun-alun, berjalan santai mengelilingi taman yang berada di tepian Sungai Kapuas.  Taman ini terletak di Jalan Rahadi Usman atau di depan kantor Walikota Pontianak. Taman Alun-alun Kapuas sering  disebut Korem. Taman Alun-alun Kapuas sudah didirikan dari dahulu, tahun 1999 taman tersebut direnovasi hingga sekarang. Pemerintah tetap mengadakan pembenahan agar pengunjung merasa nyaman. Taman Alun-alun Kapuas merupakan tempat wisata masyarakat.
Ketika saya berjalan, sesekali tercium aroma sate, jagung bakar, jagung rebus, kacang rebus, dan sosis yang digoreng di sepanjang jalan itu. Suasana begitu ramai, semakin senja, semakin ramai pula pengunjung yang datang. Ada yang datang bersama keluarga, ada yang berpasang-pasangan, dan ada juga yang datang teman-teman mereka.
Angin yang bertiup sepoi-sepoi, terasa dingin menyapa kulit. Menambah sejuknya suasana di taman itu. Ditambah lagi, terdapat Sungai Kapuas dengan arus yang tenang memanjakan kesejukan mata yang memandang. Di taman itu juga terdapat replika Tugu Khatulistiwa yang dikelilingi air mancur. Ia akan terlihat lebih indah ketika dilihat pada malam hari. Hal itulah yang membuat orang senang dan betah duduk dan bersantai di sana.
Taman Alun-alun Kapuas itu semakin bertambah indahnya dengan penataan taman-taman kecil yang dikelilingi tempat duduk. Hal yang tidak kalah penting adalah kebersihan taman itu sendiri. Apalagi tempat tersebut ramai penjual dan pengunjung. Akan tetapi, Taman tersebut sudah disediakan tempat sampah agar pengunjung dapat membuang sampah pada tempatnya. Sepanjang perjalanan, saya tidak menemukan sampah. Dengan demikian, pengunjung dan penjual sudah memiliki kesadaran akan kebersihan lingkungan.
Tempat yang sangat ramai dikunjungi orang seperti itu tidak akan pernah sepi oleh penjual. Baik penjual makanan, minuman, pakaian, dompet, jam tangan, bahkan VCD. Kesempatan seperti ini tidak akan dilepaskan oleh penjual begitu saja. Hal itulah yang akan mereka manfaatkan untuk berjualan untuk mengais rezeki. Hampir semuanya ada di jual di tempat itu, bahkan tempat membuat tato. Akan tetapi, itu merupakan usaha dan kerja keras mereka untuk mengais dan menambah pendapatan untuk menghidupi keluarga mereka.
Sambil duduk-duduk di taman yang menghadap ke sungai. Terlihat remaja-remaja yang asyik berfoto-foto. Ada juga keluarga yang sedang bersenda gurau, dan pasangan yang asyik memadu kasih. Ada juga yang menjadikan taman itu sebagai lokasi foto pra wedding. Sejenak perhatianku langsung terpaku pada seorang nenek yang sedang sibuk mengipas-ngipaskan kipas yang terbuat dari bambu. Nenek yang menggunakan baju hijau itu tanpa lelah mengipas sate agar tidak gosong. Nenek itu bernama Mastiah.
Mastiah tinggal di Jalan Pak Kasih bersama anak lelakinya yang bernama Bambang. Bambang sudah mempunyai istri dan tiga orang anak. Suami Mastiah sudah lima tahun meninggal dunia. Mereka hidup dengan sangat sederhana. Mastiah merasa tidak enak hati dengan menantunya tersebut jika hanya berdiam diri di rumah. “die kan udah punye anak tige, bessak dah tanggung jawab tu. Saye pon tag enak hati gag mao’ bediam diri di rumah. Daripade tag ade buat di rumah, bagos jual sate di sini. Hitong-hitong bantu anak la, si Bambang tu”, ujar nenek yang menggunakan jilbab biru itu.
Dalam hati saya berkata, nenek ini sudah cukup tua tetapi ia masih saja memikirkan orang lain dan tetap semangat menjalani hidupnya. Saya salut dan merasa sangat kagum dengan sosok nenek yang berada tepat di depan saya. Pembeli semakin ramai yang datang dan memesan sate. Mastiah dan anaknya terlihat begitu sibuk. Mereka tidak hanya menjual sate tetapi ada es teh, es campur, dan es kelapa muda. Pembeli yang datang dengan berbagai pesanan. Nenek terlihat lelah, tetapi itu semua tidak ia hiraukan. Yang ada dipikirannya, bagaimana cara mendapatkan pembeli yang banyak dan dagangannya habis terjual. Sesekali ia duduk sejenak untuk melepas lelahnya setelah itu langsung melanjutkan kerjanya lagi.
Banyaknya penghasilan yang mereka dapatkan bervariasi. Jika pada hari-hari biasa, penghasilan yang didapat sekitar Rp100.000,00 – Rp150.000,00 akan tetapi, jika pada hari libur, penghasilan lebih banyak sekitar Rp 300.000, 00 – Rp 400.000,00. Hal tersebut dipertegas  oleh Bambang, “kalau hari-hari biase, cume dapat seratos sampai seratos lima puluh. Kalau hari libor, agak banyak siket la, sekitar tige ratos sampai empat ratosan gitu la”, tegasnya.
Batas waktu berjualan mulai pukul 17.00 -24.00 WIB. “ pukul setengah empat udah mulai ngemas-ngemaskan barang-barang dan tenda, jam lima udah siap semue. Lagi pon, jam segitu, udah ramai dah yang datang”, tutur Mastiah. “tapi kalau harinye agy tag bagos, misalnye ujan, baleknye agak awal”, tambah Bambang. Sedikit atau banyaknya pembeli bukanlah masalah besar bagi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar