Halaman

Daftar Blog Saya

  • semangatku - ada setitik harapan yang ingin ku ubah jadi sehamparan lautan ada secuil semangat yang ingin ku ubah menjadi segunung impian hmmm, semua inginku hanya mimpik...
    13 tahun yang lalu
  • - Cinta adalah misteri dalam hidupku... yaNg Tak PeRnaH ku Tau akiRnya.. NamUn Tag SePertI cInta Ku Pada DiRimu.. yaNg Harus TergenaPi Dalam kiSah Hidup kU......
    15 tahun yang lalu
  • LUPH - I LOVE FAMILY
    15 tahun yang lalu

Rabu, 09 Mei 2012

My Feature News 2


Bakso Murah tapi Bukan Murahan

Pontianak – Pak de (53), itulah panggilan akrab seorang tukang bakso yang selalu mangkal di Jalan Paris Haji Husin 1. Hampir setiap hari Pak de memarkirkan gerobak tuanya di depan Gang Ilham menunggu pelanggan datang. Ia tidak pernah lelah mendorong gerobak baksonya demi mencari rezeki untuk menghidupi keluarga.
Sore itu hari terlihat sangat bersahabat. Langit begitu tampak cerah meskipun menjelang senja. Langit biru yang menghampar dihiasi sedikit awan putih. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Pak de pun mulai mempersiapkan segala perlengkapan untuk baksonya. Ia akan segera beranjak dari rumahnya menuju tempat ia mangkal setiap harinya. Pak de kembali lagi dengan aktivitas rutinnya. Rute menuju tempat mangkal tidak begitu jauh. Sekitar 500 meter dari rumahnya. Dengan baju kaos abu-abu yang warnanya sudah memudar dan celana kain hitam, ia berjalan santai sambil mendorong gerobak tuanya menuju tempat mangkalnya. Dengan umur yang sudah tidak muda lagi dan rambut yang sebagian sudah mulai memutih tidak mengalahkan semangatnya untuk mencari nafkah demi anak istrinya.
Darsono atau Pak de adalah seorang penjual bakso keliling yang berasal dari Jawa tengah tepatnya Solo. Ia sudah hampir tujuh tahun tinggal di Pontianak. Pak de tinggal bersama tiga orang anak dan istrinya. Sekarang ia tinggal di sebuah rumah kontrakan di Jalan Parit Haji Husin 1 Gang Sukses no 19. Di rumah yang cukup sempit itulah Pak de dan keluarga hidup bahagia meskipun dengan kehidupan yang apa adanya dan sederhana. Ia adalah orang yang ramah tamah dan mudah bergaul. Berjualan bakso sudah ia lakoni sejak ia kecil bersama bapaknya. “saya sudah berjualan seperti ini semenjak saya masih kecil. Saya bantu-bantu bapak berjualan bakso”, ujarnya sambil mengemas pesanan bakso pelanggannya.
Ia berjalan santai sambil mendorong gerobak baksonya yang siap memanjakan lidah pelanggannya. Sepanjang rute yang ditempuh menuju tempat ia memarkikan gerobak tuanya, ia sudah ditunggu pelanggannnya. Pak de memang sudah dikenal ramai orang khususnya penikmat bakso. Tidak jarang ia dipanggil untuk mampir di salah satu rumah pembeli. Dengan gayanya yang bersahaja, ia langsung memenuhi permintaan pembeli dan melayaninya dengan ramah. Semetara, sudah beberapa orang yang tidak sabar menunggu di depan rumah mereka dengan membawa mangkok. Bahkan, hampir setiap gang ada pelanggan yang selalu menunggu kehadiran bakso Pak de. Hal ini dikarenakan Pak de yang menjual baksonya dengan harga yang murah dan tidak kalah enak dengan bakso-bakso ternama di luar sana.
Harga bakso yang murah dan enak itulah yang memuat Pak de dikenal banyak orang. Harganya bervariasi, sesuai kemampuan pelanggan. Sore itu, sekitar pukul 17.30 saya pulang dari kuliah dan tampak Pak de yang sedang berjalan sambil mendorong gerobak tuanya itu. Saya berhenti berniat untuk membeli baksonya. Sudah terlihat tiga orang yang sedang menunggu baksonya disiapkan oleh Pak de. Ketika ketiga orang itu sudah selesai. Saya mencoba menghampiri, “Pak de bakso satu ya...dibungkus”. Dengan cepat ia menyiapkan bakso pesanan saya. Setelah hampir selesai, dengan medok jawanya ia selalu bertanya “pedas, manis”, yang artinya baksonya itu maunya yang pedas atau manis. Lalu saya pun menjawab dengan cepat “manis Pak de”. Ia pun langsung memasukkan kecap manis.
Berkat keramah tamahan Pak De itulah, pembeli bakso sangat ramai. Ditambah lagi, baksonya yang terasa sangat enak, kalau kata-kata orang sekarang maknyos buaget. Pelanggan Pak de tidak hanya orang-orang dewasa, anak kecil pun tak kalah ramainya. Selain itu, bakso yang Pak de jajakan, tidak seperti bakso-bakso lainnya. Bedanya, bakso Pak de ini terkenal dengan murah dan enak. Tidak jarang pelanggan yang datang membeli dengan harga Rp 3000,00. “Pak de, baksonya tiga ribu aja”, ujar seorang anak kecil yag berumur sekitar lima tahun itu. Ia adalah pelanggan tetap Pak de. Kita bisa bayangkan, masih adakah bakso di luar sana yang semurah itu. Bagi Pak de tetap masih ada. Ia tidak terlalu memikirkan untung ruginya, yang penting ia bisa menjual baksonya dengan laris dan pelanggan pun senang. “ya,,,tidak apa-apalah, daripada bakso saya tidak laku terjual. Alhamdulillah masih ada yang beli meskipun dengan harga seperti itu”, ucapnya dengan medok jawa sambil memberikan bumbu ke dalam bakso pesanan pembelinya itu.
Untuk bakso seharga mahasiswa, biasanya harga Rp 5000,00, itulah yang membuat mahasiswa senang membeli bakso Pak de. Ia mengerti dengan keuangan seorang mahasiswa. “kalau mahasiswa biasanya mereka beli dengan harga Rp 5000,00. Ya..tidak apa-apa ngertilah dengan mahasiswa” ujarnya. “itulah senang beli bakso Pak de, bisa beli dengan harga Rp 5000,00, baksonya enak dan murah, jarang-jarang ada”, tambah seorang mahasiswa yang bernama Nengsih yang baru saja datang menghampiri. Namun, harga standarnya Rp 8000,00. Bakso dengan harga Rp 5000,00 ini tidak kalah dengan bakso-bakso diluar sana. Baksonya juga banyak, bahkan mangkok hampir penuh terisi. Dengan 5 butir pentol dan 1 tahu cukup membuat perut kenyang.
Selama perjalanan sekitar 500 meter itu, pembeli terbilang ramai bahkan hampir belasan orang yang membeli baksonya. Kadang-kadang ia sampai kekurangan waktu untuk melayani pelanggan. Meskipun harus menjual baksonya, Pak de tidak penah lupa menyempatkan diri untuk menjalankan kewajibannya. Sering ia terlihat tergesa-gesa ketika sudah waktunya untuk shalat magrib. Dari Gang Sukses ke Gang Ilham, terdapat Mesjid Baiturrohim. Di mesjid itulah ia menjalankan kewajibanya dan tidak pernah ia lupa memarkirkan gerobak tuanya di samping mesjid itu.
Ketika selesai shalat, ia melanjutkan lagi perjalanannya. Kadang, sudah ada pelanggan yang menunggu di dekat gerobaknya ketika ia baru saja keluar dari mesjid. Itulah Pak de, tidak pernah merasa capek, lelah, dan tetap semangat melayani pelanggan yang datang. dengan logat jawa yang sangat melekat, ia bertanya “bakso dek?, makan di sini, bungkus?” itulah pertanyaan yang selalu ia lontarkan kepada pelanggan yang datang.
Setelah selesai melayani pembeli yang datang, ia melanjutkan perjalanannya menuju gang Ilham yang merupakan tempat biasanya ia mangkal. Di situlah ia duduk beberapa jam menunggu pembeli yang datang ketika malam datang. Dinginnya angin malam yang menusuk tulang, tidak mengalahkan semangatnya. Rasa lelah dan capek tidak pernah ia pedulikan. Malam hari merupakan waktu beristirahat untuk kebanyakan orang. Akan tetapi, tidak untuk Pak de. Pada malam hari itulah merupakan waktu ia mengais rezeki untuk menafkahi anak dan istrinya. Namun, itu semua terbayarkan ketika pembeli yang datang silih berganti. Itu semua dapat membayar rasa lelah dan capeknya.
Banyaknya penghasilan juga salah satu hal yang dapat membayar rasa lelah dan capek ketika berjulalan. Penghasilan yang didapat tidak tetap. “jika pembeli banyak, penghasilannya bisa mencapai Rp 300.000- 350.000,00. Akan tetapi jika pembeli sepi, penghasilan yang didapat hanya Rp 70.000- 100.000,00 “ ucapnya sambil membersihkan sisa sayur dan mie yang berjatuhan ketika ia mengemas pesanan. Berjualan di ruang terbuka seperti itu sangat bergantung pada cuaca. Apabila cuaca lagi tidak bersahabat yaitu hujan. Pak de tidak dapat menjual baksonya dan ia pun tidak mendapatkan penghasilan. “kalau hari hujan dan hujannya cuma gerimis, saya masih berjualan. Kalau hujannya deras, ya,,, pulang, tidak bisa berjualan”, tukasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar